Tidak sedikit orangtua yang mengeluh anaknya terlalu manja dan sering meminta uang, untuk membeli segala hal. Jika ditolak, anak akan menggunakan senjata ngambek. Dan seringkali pula orangtua akhirnya luluh untuk menuruti keinginan anak. Tanpa disadari, sikap orangtua seperti itu telah menanam’ benih anak menjadi konsumtif. Bahkan jangan-jangan sikap konsumtif anak, juga berawal dari orangtuanya juga yang konsumtif. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya kan?
Menurut Tejasari, CFP®, Independent Financial Planner dari Tatadana Consulting, budaya konsumtif pada anak bisa dipengaruhi banyak pihak. Pertama, promosi atau iklan di TV, radio, serta media promosi lainnya. Anak hanya menerima sebagai sesuatu yang menarik, memancing rasa ingin tahu, serta memancing keinginan mereka untuk memiliki barang yang biasanya selalu ditampilkan dengan cara menarik.
Perlu untuk mengajarkan arti needs and wants. Needs adalah hal-hal yang perlu dan penting untuk kita miliki. Sementara wants adalah hal-hal yang kita inginkan tapi terkadang tidak perlu kita miliki.
Faktor lain yang membuat anak konsumtif, sangat dipengaruhi lingkungan keluarga. Anak-anak belajar dari lingkungan. Mereka akan bisa menilai sendiri dan mencontoh apa yang lingkungan berikan.
Kita sebagai orangtua adalah panutan utama mereka. Selayaknya kita bisa memberi contoh kepada mereka akan arti budaya konsumtif. Kalau kita menginginkan anak tidak memiliki budaya konsumtif, sebagai orangtua juga harus menunjukkan bahwa kita tidak memiliki budaya konsumtif juga,” kata Financial Planner yang biasa disapa Eja yang dihubungi Warta Kota, Kamis (16/6).
Selain orangtua, perlu juga mengingatkan anggota keluarga lainnya seperti nenek, kakek, tante, om, atau saudara untuk tidak memberikan contoh budaya konsumtif pada anak.
Pasalnya kalaupun di rumah orangtua sudah memberikan contoh baik, namun lingkungan keluarga yang lain kurang baik dan tetap konsumtif juga, anak mulai membandingkan serta memilih mana yang menurut mereka menyenangkan untuk dilakukan.
Pengelolaan keuangan
Ada cara lain yang membuat anak mengerti untuk tidak menjadi konsumtif. Caranya dengan mengajarkan pengelolaan keuangan. Pengelolaan keuangan anak bisa dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu dengan mengelola uang jajannya sendiri.
Dengan mengelola uang jajannya sendiri, mereka mulai mengerti arti uang, bahwa uang memiliki nilai tertentu. Belajar menilai jenis-jenis uang. Mulai dari uang koin dan uang kertas.
Anak juga belajar berapa nilai koin yang mereke miliki, dan berapa juga nilai uang kertas. Bagaimana menjumlahkan dari masing- masing uang tersebut. Berapa uang yang mereka terima. Bagaimana kalau uang tersebut dalam jumlah yang besar, harus ditukar dengan uang lebih kecil.
Anak juga mulai belajar menjumlah matematika dalam arti sebenarnya di dunia nyata. Bahwa 1.000+1.000=2.000, bukanlah hanya angka, tetapi sesuatu yang real buat anak. Ada artinya dan digunakan langsung dalam kehidupan mereka sehari- hari.
Selain itu, si kecil bisa mengerti bahwa uang bisa ditukar dengan barang yang mereka inginkan. Sejumlah uang tertentu memiliki arti yang sama dengan sejumlah barang tertentu.
Nilai yang sama akan membuat terjadinya pertukaran antara uang yang mereka miliki dengan barang atau makanan atau minuman yang mereka inginkan. Apabila nilai uang yang anak miliki ternyata lebih kecil dari nilai barang yang diingini, maka keinginan mereka akan sesuatu barang tidak menjadi kenyataan.
Manfaat lain dengan mengelola keuangan sendiri, anak akan mengerti bahwa nilai uang ada batasnya. Sehingga mereka tidak bisa memiliki semua barang yang diinginkan, tapi harus memilih dari semua keinginannya itu disesuaikan dengan uang yang mereka miliki saat ini. Dari sini juga anak akan belajar arti needs dan wants. Apabila mereka terus menggunakan uang tersebut untuk membeli barang yang mereka ingini, uang tersebut akan habis.
Mulailah dengan memberikan uang jajan harian, atau mingguan. Dengan cara ini, mereka akan belajar mengatur uang jajannnya agar cukup memenuhi hingga akhir minggu. Di saat inilah mereka mulai belajar akan arti mengelola keuangan. Mengatur keuangan yang mereka miliki agar dapat memenuhi kebutuhan mereka untuk waktu tertentu,” tegas Tejasari.
Jika ada keinginan dan tidak semuanya bisa dimiliki, kadang-kadang harus disesuaikan dengan uang yang dimiliki. Caranya tentu bukan memberikan uang jajan tambahan, tapi dengan membuat rencana bagaimana caranya untuk bisa membeli barang tersebut, dengan cara menabung.
Orangtua bisa memulai dengan mengajarkan melihat harga barang tersebut. Biasanya harga barangnya lebih besar dari uang jajannya. Dan tidak bisa membelinya saat itu. Beri pengertian berapa kali uang jajan yang harus dikumpulkan untuk bisa membeli barang tersebut. Bagaimana cara menyisihkan uang jajan setiap minggunya, sehingga uang dapat terkumpul.
Kita bisa saja memberikan reward, apabila mereka mencapai uang misalnya Rp 100.000, kita bisa menambahkan Rp 100.000 sebagai rewardnya,” jelas Tejasari. Dengan cara ini, mereka akan mulai belajar menabung, dan mengerti akan arti jerih payah. (lis)
[Artikel ini dimuat dalam Harian Warta Kota, Rabu 22 Juni 2011 | foto seabgai ilustrasi diambil dari: beautyangleshop.com/Article/Fashion/Baby/201006/1483.html]