Salam kenal, Bu Teja.
Saya senang mengikuti tulisan – tulisan Ibu karena sangat bermanfaat. Bu, saya Ricka ( 32 ) sudah menikah dan punya 2 orang anak. Saya dan suami berencana membeli rumah dengan sistem KPR. Sebaiknya atas nama siapa, ya, Bu? Lalu asuransi jiwanya atas nama suami atau istri? Terima kasih sebelumnya.
Ricka – Jakarta
—————–
Jawab :
Dear Ricka,
Memiliki rumah adalah tujuan utama yang diinginkan dalam sebuah keluarga. Apabila saat ini Ricka sudah memiliki uang untuk DP ( Down Payment ) inilah saatnya untuk membeli rumah yang diidamkan. Kepemilikan atas aset rumah memang menjadi pertanyaan banyak keluarga, apakah atas nama suami atau istri. Hal ini dipertanyakan mengingat baik suami atau istri merasa memiliki andil atas rumah yang akan dibeli, serta nilainya cukup besar. Apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka rumah tersebut, bisa saja lepas dari kita.
Padahal, sebenarnya tidak ada yang harus dipermasalahkan atas siapa pemilik dari rumah keluarga kita. Karena, setelah menikah, maka atas nama siapapun, akan tetap masuk dalam harta gono gini atau kepemilikan bersama. Jadi, bisa menggunakan atas nama suami atau bisa juga menggunakan nama istri. Pada saat kondisi terburuk terjadi dalam rumah tangga, misalnya bercerai, maka nilai rumah akan dibagi dua untuk suami dan istri.
Kalau kita ingin merasa lebih nyaman, kepemilikan rumah bisa dibuat atas kepemilikan berdua, suami dan istri. Dengan cara ini mungkin kedua belah pihak merasa tenang. Bicarakan kemungkinan hal ini dengan pihak notaris tempat mengajukan KPR ke Bank.
Tapi, ada satu hal yang harus diperhatikan saat membeli rumah dengan menggunakan sistem KPR. Pihak bank biasanya akan mewajibkan membayar asuransi jiwa dari yang berutang, untuk menjamin pembayaran utang atas pembelian rumah bisa terbayarkan dalam kondisi apa pun. Tentu saja asuransi jiwa ini biasanya hanya menggunakan 1 nama.
Pada umumnya, apabila kepemilikan rumah atas nama suami, maka tertanggung dari asuransi jiwanya adalah sang suami. Begitu pula sebaliknya. Nah, disinilah kita harus lebih hati – hati. Yang harus diperhatikan, siapakah yang menjadi tulang punggung keluarga? Nah, asuransi jiwa dalam KPR rumah kita, haruslah yang menjadi tulang punggung keluarga.
Selama ini, bagi sebagian besar keluarga di Indonesia, tulang punggung keluarga adalah sang suami. Apabila rumah atas nama suami, dan asuransi jiwa di KPR kita adalah suami, maka hal ini sudah tepat. Kalau terjadi apa – apa dengan suami, misalnya meninggal, maka cicilan KPR akan ditanggung oleh pihak asuransi, sehingga tidak ada lagi beban pembayaran cicilan rumah bagi keluarga yang ditinggalkan.
Akan tetapi, apabila rumah atas nama istri dan asuransi jiwa atas nama istri, sementara yang menjadi tulang punggung keluarga atau pencari nafkah adalah suami, maka hal ini salah sekali. Apabila suami meninggal, maka penghasilan keluarga hilang, sementara kewajiban untuk mencicil rumah tetap berjalan, dan menjadi tanggungan istri. Lebih parah lagi kalau istri tidak bekerja, sehingga bertambahlah beban dalam keluarga. Bisa – bisa, rumah kita akan disita karena keluarga tidak mampu membayar cicilan KPR.
Jadi, apabila rumah atas nama istri, sementara pencari nafkah adalah suami, maka buatlah asuransi jiwa untuk KPR rumah kita atas nama suami. Bicarkan hal ini dengan pihak bank. Begitu pula apabila rumah dibuat atas nama bersama, selalu buat tertanggung jiwa adalah yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.
Saat ini, pencari nafkah utama dalam keluarga tidak selalu sang suami. Bisa saja istri memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibanding suami. Untuk kondisi ini, maka asuransi jiwa untuk KPR baiknya dibuat dengan tertanggung sang istri. Satu hal yang perlu diingat, rumah bisa atas nama suami atau istri atau keduanya, tapi asuransi jiwa dari cicilan KPR kita haruslah yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.
Regards,
Tejasari CFP®
NOVA 1417/XXVIII 20 – 26 April 2015
Yuk, cek kesehatan keuangan dan hitung dana pendidikan anak, dana pensiun dan tujuan keuangan lainnya dengan kalkulator Finansial : www.keuanganitumudah.com.